Sabtu, 23 Februari 2019

Cerpen : Ado Sio




   Semalam dingin mengusik tidurku, bahkan tetesan hujan terdengar seperti langkah kaki. Sejak kau pergi dengan angkuh meninggalkan harapan yang kau tumbuhkan dalam lubuk hatiku. Aku bagaikan sebuah perahu tanpa awak, terombang-ambing di amuk badai. Gemuruh Guntur dan halilintar yang terdengar memukul ruang dan waktu, mengingatkanku tentang kamu yang dengan tingkah manja selalu memelukku, mendekap dibalik dadaku, berusaha sembunyi dari suara Guntur.

            Setelah dia yang lebih mapan hadir dalam hari-harimu. Aku hanyalah kebencian bagimu. Membenciku karena kekurangan dan lemahnya kondisi diriku.

            Aku ingat semuanya. Bahkan luka yang kau goreskan tanpa rasa simpati. Mungkin kau pun masih ingat dikala kita bercinta di tengah hutan pinus, kau pernah berjanji takan pernah meninggalkanku. Katamu meninggalkan diriku sama halnya dengan mati.

            Semua itu, kini menjelma menjadi mata pisau yang bersembunyi dibalik huruf yang kau ukir di ingatanku. Mengingatnya, membuatku seakan menggali lubang kuburku.

            Tapi sekarang, kau telah dibawah pergi oleh dia, Sosok misterius yang ku benci. Bahkan ketika kau pergi, kau bahkan tak menengokku sedikit pun Dan mungkin pula, aku hanyalah bahagiamu sesaat.

              

              Sore itu, Aku duduk menghadap layar notebook yang menyala. Ku buka sebuah file dengan nama Tikai nako, sebuah file yang berisi foto. Ku lirik satu demi satu foto-foto yang ada file itu. Kenangan demi kenangan yang pernah ku lalui bersamanya kembali terlintas lagi di benak. Disana ada foto kemesraan ku dengannya, ada pula foto-fotonya yang pernah ku ambil secara diam-diam ketika dia terlelap dalam tidur dalam pelukku.

               Mulai dari pondok hijau hingga asia afrika, potret-potretnya masih tersimpan rapih dalam file itu. Ketika ku melihatnya, hanya perih saja yang terasa. Entah mengapa, mengingatnya menyakitiku.

              Kemarin aku sempat bertemu dengan paitua, Itulah sapaan kerap yang  ku dengar ketika teman-temanku memanggilnya. Sosok lelaki brewok dengan rambut talingkarnya yang lebat. Nama aslinya sih sepo, dan memang bila di lihat dari namanya maka mungkin orang mengiranya orang jawa, namun tidak demikian, dia adalah lelaki tulen papua.

            Paitua dan aku bertemu di sisi depan sebuah rumah sakit yang bernama Advent, sebuah rumah sakit swasta milik Kristen di tanah parayangan. Ketika itu, Paitua yang sedang duduk di sisi jalan sambil mengisap rokok magnum favoritnya melihat kedatangaku dengan senyum menggodanya, Lalu aku yang kebetulan pula baru sampai disana,  ketika sebelumnya datang dari kos-kosan milikku yang berada di area ledeng.

               “ ko baru datang?” tutur paitua tanpa melepaskan rokok yang terselip dibalik bibir.

               “ io, sa bru datang ni ”, ucapku malas-malasan.

               “ kawan, ko macam trada gairah hidupkah?”, sambil menggeser duduknya, dan

                   memberiku ruang untuk duduk.



                “ adoh kawan, sa rasa sial ni. Ko tau, sa kemarin cerita kalau dalam sa pu mimpi,

                    sa ada ketem deng mace satu tuh. Tadi juga sa lihat dia dalam sa pu mimpi ”.

                     balasku.



                 “ bah, ko mustinya senang, dari pada sa yang tra mimpi apa-apa, dan

                     walau mimpi jua tra ingat apa-apa ”. balasnya dengan kesal.

                   

                  “ io jua, ko betul. Sa jua merasa senang. Sa harap jdi nyata”.  Banyak sekali asap

                       rokok yang ku keluarkan, seakan ku keluarkan sebuah beban dalam tubuhku.

                   “ oh io, tong masuk saja kedalam ”. ku tarik tangannya memasuki rumah sakit.



             Di dalam rumah sakit, salah seorang kawanku terbaring lemah karena sakit. Pertemuanku dengan paitua disisi jalan depan rumah sakit itu pun bukanlah suatu kebetulan. Kami akhirnya memasuki rumah sakit, setelah kami sampai di pojok rumah sakit, disana ada sebuah tangga yang menghubungkan satu lantai dengan lantai lainnya. Kami pun perlahan mulai menaiki tangga itu, hingga berhenti di lantai tiga. Ya, di lantai inilah kawan kami di rawat. Akhirnya kami pun sampai pula di ruangan dimana kawan kami itu terbaring lemah.

               Setelah kami menjabat tangan, basa-basi sekedarnya. Aku lansung duduk di bangku yang berada di pojok. ku keluarkan notebook yang ku bawah dalam ransel, lalu ku ambil pula casnya, kemudian aku cas notebook itu.

                Lalu entah datang dari mana, tiba-tiba saja aku teringat kembali dengan mimpi yang beberapa waktu ini menggangguku. Di dalam mimpi itu, aku bertemu dengan seorang gadis dengan tubuh agak padat dan pendek. Gadis itu punya bibir yang sangat menggoda, entalah, aku seakan hendak menggigit bibir itu hingga putus. Di dalam mimpiku gadis itu menikah denganku namun sayangnya, ketika malam pertama hadirlah gadis lain yang datang membatalkan malam pertama kami. Kemudian di mimpi kedua, aku ternyata sedang berpacaran dengan gadis itu, namun entah kenapa, kami berpacaran secara diam-diam atau bisa di bilang secara sembunyi-sembunyi.

                   Dan itulah yang sampai kini tak mampu ku tafsirkan. Mimpi itu memang sedikit mengobati luka yang pernah di goreskan oleh gadis tanpa perasaan itu. Namun mimpi itu pula yang menguras akalku. Kadang aku berpikir, akankah seorang gadis lain kelak akan hadir dan membuatku tersenyum lagi ataukah itu hanyalah mimpi yang datang untuk mengurangi  rasa sakit. Entahlah, yang penting ku yakin, mimpi itu akan jadi nyata, Tapi nanti ketika mahasiswa baru datang. Ya tunggu bulan juli.

                      Jam di hp menunjukan pukul sepuluh malam. Mengingat jam segitu, angkot Kelapa-Ledeng jarang ada. Ku akhirnya mengajak paitua untuk pulang dahulu karena memang diriku hendak singgah di taman wifi dekat kampus untuk sekedar online di media social. Kami berdua akhirnya pamitan kepada kawan kami yang sakit serta kepada kawan-kawan kami yang masih duduk menjaga kawin kami itu.

                     Sesampainya dilantai satu. Ku ambil hp nokia lama yang setia bersamaku, ku tengok layarnya, ternyata disana ada satu panggilan tak terjawab. Ku telpon balik, namun sayangnya pulsaku tidak mencukupi. Ya memang aku lagi dalam keadaan kere, bahkan ongkos tadi aku datang dari ledeng ke rumah sakit pun hasil pemberian adik perempuanku.

                 Setelah beberapa saat kemudian, hpku pun berdering dan ternyata kekasihku itu menelponku. Bukan kekasihku yang melukaiku itu, bukan dia, namun kekasihku yang datang dari semarang. Dokter kebanggaanku, sosok penuh semangat yang kukenal dahulu semasa SMP di moanemani, kabupaten dogiyai, Provinsi Papua. Persahabatan kami itu terjalin sejak SMP hingga kini setelah masuk perguruan tinggi, memang hubungan komunikasih kami tetap sangat baik hingga kini. Dia itulah yang menelponku. Namanya siska dan siska memang kini sedang liburan di Bandung.

                  Seperti biasa, percakapan  demi percakapan, kami isi dengan candaan. Kebetulan disaat itu ada seorang kawanku yang sering ku goda duduk di bangku tunggu. Sambil terus tergelam dalam candaan dengan siska, ku goda kawanku itu. Terus goda dirinya hingga kawanku itu, karena tak kuasa menerima godaanku, akhirnya menutup matanya. Berpura-pura tidur.

                  Akhirnya, aku dan siska janjian ketemu besok sebab besok pasti akan ada acara ngamen yang selalu komunitas anak-anak Papua di Universitas Pendidikan Indonesia adakan di jalan Asia-Afrika, depan gedung Merdeka. Kami janjian ketemu disana. Lalu beberapa saat kemudian tanda pulsa habis pun bunyi, kemudian beberapa detik berikutnya komunikasih kami pun putus yang berarti pulsa telah habis.

                  Setelah Percakapanku dengan siska usai. Aku bersama paitua akhirnya melangkahkan kaki kami untuk pulang. Setelah sampai di depan jalan raya, Ternyata sesuai dugaan kami, Angkot Kelapa-Ledeng sudah tidak nampak lagi. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan kaki.

                    Beberapa langkah kemudian, sebuah motor mio berhenti tepat di depan kami. Setelah kami perhatikan baik-baik, ternyata yang mengendrai motor mio itu adalah senior kami. Ya, itu robi dan yang duduk dibelakangnya adalah naky, kekasih  robi. Setelah mereka mendekat, kami akhirnya berjabat tangan dan sapa-menyapa sekedarnya saja. usai bercakap-cakap, robi member kami uang Sembilan ribu dan berpamitan kepada kami karena hendak singgah dulu dirumah sakit untuk menengok kawan kami yang sakit itu.

                     Kami pun kembali berjalan lagi. Hingga kami tepat tiba di sebuah perempatan. Disana, sebuah angkot Cicaheum-Ledeng berhenti tepat di depan kami sehingga kami pun akhirnya naik angkot itu. Kemudian angkot itu menurunkan kami di depan jalan masuk kampus.

                  Usai tiba di depan jalan masuk kampus. Paitua yang kebetulan memegang uang pemberian robi tadi akhirnya membayar ongkos angkot sebesar enam ribu. Sedangkan tiga ribu sisanya, kawanku itu membeli rokok magnum favoritnya di pedagang kaki lima yang berdagang diarea trotoar depan kampus. Setelah membeli rokok, aku dan paitua akhirnya masuk ke dalam area kampus menuju taman wifi.

                   Setelah tiba di taman wifi, ku keluarkan notebookku, kemudian tenggelam dalam dunia media social. Berinteraksi dengan orang-orang yang sedang aktif dan sesekali melirik uniknya status yang dibuat oleh orang-orang yang berinteraksi dalam dunia maya itu. Hingga tak ku sadari jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Tepat pukul tiga pagi, paitua berpamitan pulang duluan. Sedangkan aku masih duduk menikmati lautan kata yang ada didalam dunia maya.

                 Jam akhirnya menunjukan pukul empat pagi dan mataku pun sudah sangat berat untuk kuajak mengarungi lautan kata di media social sehingga aku pun mematikan notebookku itu dan akhirnya ku isi dalam ransel. Aku pun akhirnya pulang ke kos-kosan dimana aku tinggal.

                    Kejadian kemarin itu terlintas dibenakku ketika foto demi foto berganti dilayar notebookku. Bahkan pertemuanku dengan paitua sampai berpisahnya kami ditaman wifi,  ku ingat dengan sangat jelas sekali. Setelah tadi pagi sekitar jam lima subuh ku tutup mataku karena sangat lelah mengarungi dunia maya. Aku akhirnya terbangun pukul dua siang.

                   Sebuah lagu yang beberapa hari ini ku putar terdengar perih ditelingaku. Judul lagu itu adalah Ado Sio, sebuah lagu yang dinyanyikan oleh aditya shandy. Lagu hip-hop Papua. Memang sebenarnya lagu hip-hop begitu tak kusukai, namun entah kenapa lagu itu sudah beberapa hari telah ku putar berulang-ulang. Mungkin lirik lagunya yang sedikit menggambarkan perasaan hatiku yang beberapa waktu ini lagi dilema.

                   Sejujurnya, aku tidak dapat membohongi perasaanku. Aku merindukan sosok manjanya, bahkan aku ingin selalu didekatnya, namun entah kenapa dia tiba-tiba memutuskan untuk pergi bersama dengan sosok yang mungkin menurutnya lebih dewasa dan mapan. Aku sempat pula berpikir bahwa mungkin aku hanyalah bahagianya sesaat dan kini manisnya senyuman miliknya pun telah dimiliki orang lain.

                  Aku paham bahwa aku memang tidak memiliki apapun, bahkan aku memang tak memiliki motor. Motor yang bisa membawanya berkeliling dunia impiannya. Lalu aku pun memang tak bekerja, dan aku pun sadar bahwa aku takan pernah bisa menafkahinya.

                 Semua itu memenuhi setiap saraf di dalam otakku. Membuat diriku tenggelam dalam lautan sesal. Tapi  tiba-tiba aku teringat bahwa aku sempat berjanji kepada siska untuk bertemu di Asia-Afrika hari ini. Ku tengok jam dilayar notebookku dan ternya jam menunjukan pukul empat lewat lima puluh lima menit. Mengetahui itu, aku bangun berdiri, mengambil peralatan mandi dan menuju kamar. Pokoknya ku buang dulu semua tentang luka. Saatnya bahagia dengan apa yang kumiliki, ucapku dalam batin.



***



Oleh : Emanuel Bamulki

Bandung, 23/02/2019

Rabu, 20 Februari 2019

Cerpen : Anak Haram


  Ketika mereka mengatakan anak haram padaku, Ayah dimana?. Kau tahu, betapa sesaknya dadaku ketika mereka mengataiku anak haram.
         Ayah tahu, Pernah pula mereka mengataiku bahwa aku anak seorang pembunuh, anak seorang pemerkosa dan anak seorang pencuri. Ayah, siapakah yang kau bunuh?, siapa pula yang kau perkosa?, dan apa yang ayah curi?. Ayah aku terluka mendengar semua itu.
          Ibu pernah bercerita tentang ayah, Kata ibu, ayah adalah lelaki gagah perkasa. Ayah, ibu hanya bercerita bahwa ayah adalah seorang tentara.
          Ketika aku mulai terbentuk dalam kandungan ibu, ayah pergi meninggalkan ibu. Usai ayah menikmati kegadisan ibu. Saat itu, ibu berusia enam belas tahun. Betapa sangat mudanya ibu, bahkan ibu ketika itu masih kecil, dan masa mudanya ibu telah ayah renggut dengan meninggalkanku dalam kandungannya.
            Sebelum ayah pergi, Ayah mengatakan bahwa usai tugas, ayah akan datang menjeput ibu dan aku. Ayah akan mengajak kami ke tanah jawa, disana adalah kampung halaman ayah.
            Ibu menunggu ayah, Bahkan sampai hari ini.
            Aku tidak mengerti kenapa aku di beri nama kodim namun yang pasti, itu ada hubungannya dengan ayah. Kadang orang-orang mengejekku dengan memanggil namaku yang menurut mereka sumber petaka.
              Apakah aku sumber petaka, apakah aku pembawa sial. Lihat saja mereka, tiap saat bertemu diriku, mereka memandangku dengan tatapan yang menurutku sangat tidak biasa. Ada kebencian dalam tatapan mereka.
               Pernah ibu mengirim surat kepada ayah. Ayah tak pernah membalas, walau ibu tiap detik  menunggu balasan ayah, menunggu kabar ayah sambil memintal doa. Sungguh aku mendengarnya sendiri bahwa ibu berdoa agar aku, ibu dan ayah di persatukan, dipertemukan. Dan entah berapa pucuk surat yang sudah ibu kirimkan untuk ayah yang mungkin kini sedang berada di tanah jawa.
               Yang paling penting, Kini aku sudah masuk ke jenjang SMP. Andai ayah berada disini, mungkin ayah pasti tersenyum bangga melihatku mengenakan seragam putih biru. Aku pun tahu, ayah pasti akan memberiku hadiah karena aku lulus dengan nilai terbaik di ujian sekolah dasar ( SD ).
                 Namun kemana pun aku memanggil ayah, Tak pernah ada jawaban. Apakah ayah tenggelam di laut ketika pulang ke jawa sehingga tak pernah ada kabar berita.
                 Mungkin setelah ayah tiba dijawa, ayah melupakan ibu dan melupakan aku.
                 Siapa pula yang sempat berangan hendak lahir tanpa kehadiran seorang ayah. Pasti siapapun dia, pada umumnya manusia tentunya hendak lahir disamping pelukan ibu dan juga dalam kasih sayang dan sukacita seorang ayah.
                Ibunya kodim bernama linda. Dahulu pernah ada operasi milter terhadap beberapa wilayah di tanah papua yang menurut anggapan pemerintah Indonesia merupakan daerah-daerah rawan. Salah satu daerah yang menjadi daerah operasi militer pada waktu itu adalah Biak. Tentu saja masyarakat biak  tidak akan pernah melupakan tragedi berdarah yang terjadi di biak pada tahun 1998, dan  ketika tragedi itu terjadi, linda baru berumur 16 tahun.
              Linda bertemu dengan Joko, ketika joko yang kebetulan waktu itu bertugas sebagai salah satu prajurit angkatan darat dalam operasi militer di biak. Dengan tuduhan sebagai penghianat dan teroris, banyak rakyat biak yang dibantai, dan banyak pula gadis-gadis muda yang dijadikan budak seks untuk menyalurkan hasrat binatang mereka, kemudian gadis-gadis itu akhirnya dibunuh. Kebetulan pula pada waktu itu, linda pun ditawan untuk dijadikan budak seks oleh prajurit TNI di markasnya yang dikenal dengan nama Kodim namun untung bagi linda pada saat itu karena joko tepat tiba sebelum nasip malang menimpahnya. Joko akhirnya meminta kepada kawan-kawan yang waktu itu menawan linda dengan alasan joko tertarik dengan linda dan ingin menjadikannya sebagai simpanannya, lalu akhirnya linda pun dibebaskan. Kemudian linda di bawah oleh joko ke kamarnya, lalu hubungan terlarang itu terjadi. Awalnya linda memang sangat merasa benci melihat ataupun memandang joko yang memperkosanya, namun ketika tahu nasip gadis-gadis lain yang ditawan bersamanya maka linda pun akhirnya bersyukur.
                  Gadis-gadis lain yang waktu itu ditawan. Mereka diperkosa secara brutal, tanpa ampun, bahkan ada pula yang di siksa dengan dimasukan moncong senjata dalam alat kemaluannya, dan akhirnya peluru panas bersarang di perut. Kemudian ada pula yang siksa dengan menggunakan besi yang sangat panas yang dimasukan dalam kelamin hingga meninggal dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Dan sesungguhnya banyak pula bentuk penyiksaan yang lainnya, tentu saja penyiksaan-penyiksaan itu tak kalah hebatnya dengan kedua bentuk tadi.
                   Memang di saat itu, hanya linda seorang yang bernasib baik. Dia tinggal bersama joko di dalam sebuah perumahan dinas yang terletak di tengah area kodim. Hampir sebulan lebih linda berdua dengan joko membuat linda akhirnya menjadi lunak dengan perhatian joko ketika itu. Entah kenapa, linda akhirnya tunduk dengan kasih sayang dan sentuhan yang joko berikan. Walau waktu bersama hanya sebulan namun kesan terindah terukir dalam ingatan linda.
                 Usai sebulan bersama joko. Linda akhirnya diantar pulang kerumah oleh joko, dan selama hampir tiga bulan berikutnya joko tak pernah berhenti mengunjungi linda, lalu kadang bermalam dirumah linda. Hingga bulan kelimanya, joko datang kepada linda untuk berpamitan pulang ke jawa. Saat itulah terahir kalinya linda bertemu dengan joko. Sebelum pulang, joko sempat berjanji untuk kembali menjemput linda, dan linda masih ingat bagaimana raut wajah lelaki itu. Lelaki yang selama hampir lima bulan selalu berada dipelukannya. Lelaki yang sudah berhasil merenggut masa mudanya.
                  Setelah Joko kembali ke tanah jawa. Linda kemudian menyadari bahwa tubuhnya sudah tidak sendiri lagi, rahimnya sudah terisi dengan benih milik joko. Entahlah, menyesal tiada guna. Kini harapnya hanya joko semoga cepat kembali lagi.
                 Bertahun-bertahun telah berlalu, Benih itu telah berubah menjadi sosok lelaki mungil yang tampan. Ya, lelaki itu adalah Kodim. Nama kodim sengaja diberi oleh linda sebagai pengingat bahwa dahulu dia dan ayahnya kodim bertemu di tempat itu. Tempat itu pula yang mengingatkannya selalu bahwa dahulu pernah ada darah dan air mata yang mengalir membanjiri tanah. Kawan-kawan sebayanya dibantai disana, kemudian bersama-sama dengan orang tua serta adik mereka dibuang ke tengah laut untuk menghilangkan jejak pembunuhan masal itu.
                 Entalah, Kapan ayah akan pulang, Begitulah batin kodim kadang bertanya.
                 Ayah mungkin kini sedang bahagia di jawa, entah apa yang dilakukan ayah. Mungkin ayah sudah melupkan mama. Hingga kini, Aku masih merindukanmu Ayah.



Oleh : Emanuel Bamulki
Bandung, 21/02/2019

Jumat, 15 Februari 2019

Cerpen : Pelangi Di Balik Senja


  Andai saja dia tidak menghianatiku. Kebahagian ini, rasa cinta ini, pokoknya semua yang ku punya akan ku berikan untuknya.
          Kini perasaan cinta dan sayang yang ku miliki telah dimilikinya. Ku berikan seutuhnya tanpa perlu memikirkan apapun. Dia pantas untuk mendapatkannya, dia memang pantas untuk menerima perhatian sepenuh hati.
          Dia tiba-tiba hadir ketika sebelumnya dikala kegelapan malam memaksaku melepaskan ikatan cinta yang susah payah telah ku pertahankan selama setahun lebih. Memang bila dihitung maka tidak sampe seminggu kejadian itu berlalu namun entahlah, kehadiran gadis itu sangat tepat mengisi hatiku yang sedang sekarat. Dia pula yang mengobati dan menyembuhkan sekaratnya hatiku.
             Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, sungguh aku bersyukur dengan kehadirannya. Kehadirannya mengusir semua kenangan dan harapan yang membuatku kecewa dan putus asa.
             Bila boleh jujur maka aku ingin mengatakan bahwa aku sangat bahagia dengan kehadirannya. Walau kini hanya sebatas chatingan melalui media social namun itu lebih dari cukup dari pada duduk diam sambil terus merintih dalam luka yang bisa saja nantinya merenggutnya nyawaku.
              Untuk apa juga terus bertahan dengan sosok yang tak pernah menghargai kehadiran kita. Bahkan dengan tegah bercumbu mesra dengan orang lain di hadapan kita. Apa itu cinta..?, atau hanya sekedar nafsu yang coba di salurkan hanya untuk terus melukai serta membuat kita menderita.
               Tidak perlu menerima orang yang hanya menjadikan kita sebagai bahagianya sementara kemudian balik menikam kita dari belakang serta menghianati kepercayaan yang sudah kokoh.
               Aku pun berpikir demikian. Percuma makan nasi kering berdua bila dia tidak pernah menghargai arti kebersamaan. Percuma pula tidur setikar berdua bila dia tidak pernah menyadari arti kehadiran kita disisinya.
                Malam itulah akhir dari perjuangan pendekar cinta. Ya aku memang pantas menyebut diriku pendekar cinta.
                 Awalnya sekedar iseng-iseng saja, aku membuka halaman facebook milik linda yang saat itu sudah ku anggap istriku. Memang pantas aku menganggapnya istri sebab kami tidur setikar berdua dan makan nasi kering Bersama. Susah dan senang berdua selama setahun lebih tepatnya.
                  Ketika mataku tak sengaja melirik chatingannya linda di halaman facebook maka ku dapati ada sebuah nama yang agak terasa asing. Abang gue, ya nama itu yang ku lirik dengan seksama seakan tidak percaya dengan mataku. Memang aku tidak kaget ketika itu sebab orang dengan nama itulah yang telah merampas linda sehingga kadang linda menghilang tanpa jejak.
                    Lalu ku coba baca riwayat chatingan. Sungguh pedih rasanya, ada kata cinta dan sayang terselip dengan mesra disana. Kata-kata yang ku baca terlihat seperti dua sosok manusia yang sedang tenggelam dalam birahi, kadang ungkapan cumbuan yang panas terselip dibalik jajaran huruf yang indah. Keindahan huruf yang menyembunyikan mata pisau yang sangat tajam.
                  Mengingat bahwa hal ini terjadi untuk ke sekian kalinya maka aku pun sudah tidak bisa terus saja bertahan dalam luka dan deraian air mata. Ya, memang dialah yang pertama membuatku menangis. Linda yang menguras seluruh air mataku.
                 Malam itu, aku dengan sangat serius mengambil keputusan bahwa aku harus pergi untuk meninggalkannya selamanya. Ketika aku menyampaikan bahwa aku akan pergi meninggalkan, dia hanya diam. Mungkin dia mengirah bahwa aku pasti kembali karena sejauh mana pun aku pergi, aku tetap akan kembali padanya.
                  Kali ini mungkin dia salah, aku memang benar-benar pergi. Aku tidak akan kembali lagi seperti yang kadang terjadi sebelumnya. Sebelumnya mungkin aku kembali karena aku masih menghargai kehadirannya di dalam hidupku.
                   Malam itu pun aku pergi dengan keputusan yang memang takan ku ubah lagi. Aku pergi meninggalkannya, membiarkan dia melakukan apapun semaunya sebab aku tahu bahwa kini bukan aku yang ada disisinya, melainkan orang lain yang jauh lebih baik dari aku yang hanya pemuda tidak tahu diri.
                  Pada  keesokan harinya, sebuah chat masuk di akun facebook milikku, lalu ku buka chat itu, ternyata itu adalah chat dari mia, gadis yang sampai kini terus menghubungiku dengan harapan kelak mau menerimanya sebagai bagian dari hidupku. Setelah ku pikir-pikir, memang tak baik mengabaikannya, orang yang ku hargai saja mengabaikanku. Lebih baik aku menerima seutuhnya. Mia lebih menjanjikan dari pada linda yang hanya menjadikanku sebatas status.
                  Kemudian aku akhirnya memutuskan untuk tidak melakukan kesalahan lagi. Ku hubungi mia melalui HP nokia lama yang saat itu ku pakai untuk kebutuhan komunikasi. Ternyata kebetulan pula mia Bersama mamanya ketika ku hubungi, lalu setelah basa-basi dengan mia maka aku pun meminta mia menyerahkan HP itu kepada mamanya. Usai itu aku lansung menyampaikan niatku untuk melamar anaknya, mama yang memang sebelumnya sangat mengenalku itu akhirnya mengatakan bahwa dia menyetujui maksudku itu.
                   Aku memang mengenal mamanya mia sejak aku masih SMP sehingga tidak menyulitkan diriku ketika menyatakan isi hatiku. Aku pun dulu seringkali menginap di rumahnya, dan mamanya mia pun sudah menganggapku sebagai anaknya.
                Ku anggap setujunya mamanya mia sebagai pelangi yang hadir ketika senja hampir melenyapkan harapan dan impian yang pernah ku bangun dahulu. Aku sangat bahagia, bahkan dengan itu, secara otomatis luka ku secara perlahan mengering dan aku sangat merasa jauh lebih baik dari sebelumnya.
                 Sedangkan linda yang telah merusak seluruh harapan dan impian yang ku bangun itu. Aku bahkan tidak akan menerimanya bila kelak dia tiba-tiba datang. Aku akan katakan kepadanya bahwa ketika dahulu aku memperjuangkannya dia memangnya kemana, apa saja yang di lakukan ketika itu.
                  Biarlah linda mendapat jatah kebencian dariku, sedangkan mia pantas untuk menerima kasih sayang dariku, aku pasti akan memperlakukan dia secara terhormat, bahkan aku akan memujanya seperti dewi. Mia memang sangat layak untuk itu.
                     ***


Oleh : Emanuel Bamulki
Bandung, 16/02/2019
Salah Seorang Mahasiswa Asal Papua di Bandung

Rabu, 06 Februari 2019

PUISI : GONTA GANTI

Bila Dimana Kita Jumpa maka Lupakan
Tak Perlu Ada Luka
Tak Usah Ada Dusta Berkeliaran
Tak Perlu Pula Menitip Rasa


Biarkanlah Kau Terus Gonta-Ganti
Kan Kita Bukan Duduk Dibangku Empuk
Usahakan Sesal Mati
Biar Yang Lalu Memupuk


Kau Memilih
Aku Diam
Biar Lima Huruf Pisah
Kita Buat Yang Lalu Bungkam

Teruslah Menari Diatas Derita
Kau Sangat Pantas Untuk Itu
Mari Kita Buat Rata
Biar Tak Ada Kata Ketemu Oleh : Emanuel Bamulki Bandung, 06/02/2019

Senin, 04 Februari 2019

Cerpen : Sebuah Penghianatan Yang Berulang-ulang




     Sudah sejak sore Eniha tidur. Ketika jam sudah menujukan pukul tiga dini hari, ketika dinginnya angin gunung menusuk hingga kedalam tulang. Eniha terbangun dari tidur, lalu di amatinya sekitar tempat ia tidur dengan seksama, namun sosok gadis itu telah tiada, lenyap tanpa bekas. Kemudian dilihatnya di sudut Kasur, ternyata kedua lektop itu masih menyala, yang sebuah adalah miliknya, sedangkan satunya lagi adalah lektop yang sering digunakan gadis itu. Gadis yang coba ia pertahankan, gadis yang tanpa henti terus menanamkan luka, terus saja mengulang penghiatan.

                 Dengan perlahan eniha menahan nafas, Memang bukan sekali gadis itu hilang tanpa alasan, dan juga bukanlah sebuah perkara baru. Itu memang sudah kesukaan gadis itu, tentu saja gadis itu pasti menemui lekaki gelapnya. Ya lelaki yang ditemuinya atas nama Organisasi, Organisasilah yang mempertemukan keduanya, menjadikannya manusia tanpa perasaan, manusia yang terus melukai tanpa pernah ada belas kasihan.

                   Sebenarnya sangatlah lucu, Organisasi hanyalah kedok bagi sebagaian orang, Mungkin hanya beberapa yang dapat memetik buah dari arti kehadiran organisasi, namun lainnya hanya sebagai tempat untuk menikmati kesenangan, layaknya sebuah bar yang digunakan untuk bersenang-senang. Itulah sebuah realita yang kadang kurang diperhatikan oleh beberapa orang.

                   Tidak semua orang mempunyai padangan yang sama tentang itu, namun bagi eniha yang memang sudah sering dibuat seakan seperti setengah bintang itu berpendapat seperti itu. Apalagi ketika suatu hari eniha mendapatkan sebuah buku yang diberi Judul Seakan Katong Setengah binatang karya Filep Karma, membuatnya kembali berpikir tentang seperti apa perlakukan tidak adil dan kekejaman serta penjajahan yang dialaminya di dunia asmara, walau sesungguhnya buku itu sendiri mengulas tentang penderitaan masyarakat sipil di tanah papua.

                    Setelah kondisinya sudah stabil, Eniha mencoba membuka lektop milik gadis itu dan ketika dia melihat bahwa halaman facebook gadis itu masih dalam keadaan terbuka maka dia akhirnya membuka sebuah inbox dari kekasih gelap gadis itu, isinya adalah sebuah ungkapan bahwa “ Ko su sampe di koskah?”, melihat itu eniha akhinya sadar bahwa apa yang menjadi ganjalan hatinya bahwa gadis itu menemui lelaki itu benar adanya.

                     Usai itu, Eniha duduk membuka lektop miliknya sambil menarik rokok sampoerna kretek yang berada digenggamannya. Lalu dibukanya halaman youtube dan lansung mengetikan sebuah judul lagu yang beberapa hari ini seringkali dia bunyikan. Sebuah lagu daerah karya anak-anak meeuwo dengan judul Peka kadou wouga yamouga.

                     Ketika lagu itu mulai bunyi, eniha lalu melangkahkan kakinya mendekati termos panas yang terletak di dekat pintu, kemudian mengambilnya, lalu keluar mengisi air di kerang dekat kamar mandi dan kembali ke kamar untuk memanaskan air. Usai air panas, dia kemudian memutar kopi hitam digelas bekas kopi yang kemarin sore dia putar dan kembali lagi duduk didepan layar lektop sambil mendengarkan sebuah lagu berikutnya yang secara otomatis bunyi. lagu itu berjudul Mabi koya no, sebuah lagu daerah yang juga berasal dari meeuwo. Lagu inilah yang membuat ingatannya kembali pada masa silam, dimana ada seorang gadis Suku yang pernah ia cintai dengan tulus hingga dengan percaya diri mengajaknya kerumah untuk mengenalkannya dengan orang tua serta meminta restu untuk menikahinya. Namun sayang, nasip memang tak berpihak pada eniha, gadis suku itu ternyata masih memiliki hubungan keluarga denganya sehingga orang tua melarangnya.

                         Bermula dari kejadian pahit itu, kini eniha berusaha bertahan dan setia dengan seorang gadis bermuka dua, bahkan tinggal sekosan di sudut kota parayangan namun entah kenapa hanya rasa sakit dan penghianatan berulang-ulang yang dia terima dari hubungannya yang kini sedang jalani dengan kuat. Namun dengan santai dan tenangnya gadis bemuka dua itu terus melakukan kekejaman atas diri eniha, entah apa salah eniha, bahkan terus berulang, seakan-akan lagu yang diputar berulang saja.

                           Pernah suatu hari, sempat eniha bertemu dengan lelaki gelapnya gadis itu, namun lelaki itu pun hampir sama dengan gadis itu, sama-sama tak punya perasaan, terlalu egois dengan diri mereka, menganggap orang lain itu tidak pernah ada. Bahkan dengan terang-terangan sempat suatu kali mengatakan kepada eniha bahwa dia baru saja ketemu dengan gadis itu, padahal lelaki itu tahu bahwa gadis yang dia maksud itu adalah gadis yang selama ini tidur bangun dengan eniha. Entahlah dunia telah berubah bahkan watak dan tabiat orang pun sulit di ukur.

                    Pernah pula suatu saat eniha duduk termenung sambil mengingat nasipnya yang memang sangat menyedihkan itu, kemudian berkata dengan lantang, Tuhan siapakah aku ini, sehingga engkau terus mencoba mengukur kesabaranku sambil mengiris habis rasa cinta yang kau berikan sendiri untuk mencintai lawan jenis, dan penghakiman seperti apa ini, sebenarnya apa renacamu sesungguhnya Tuhan.
                       Itulah yang selama ini sempat dirasakan oleh eniha ketika penghianatan demi penghianatan itu terjadi, dan malam ini pun untuk kesekian kalinya dia harus menerima kenyataan bahwa dia masih diperlakukan seperti setengah binatang. Kemudian setelah sejam kemudian gadis itu datang dengan wajah cerah tanpa ada rasa gugup atau apapun itu, dia datang dengan tenang seakan tak pernah terjadi apa-apa, entah mungkin karena sudah biasa dan sudah menjadi kebiasaannya sehingga seperti itu.
               “ Ko dari mana?” ucap eniha.

               “ Sa dari depan.” Balas gadis itu tanpa malu.

               “ Ko habis ketemu deng dia itu”, sambung eniha.

               “ memangnya kenapa kalau sa ketemu dia, kan kita tidak ngapa-ngapain”, ucap

                  gadis itu dengan santai



                   Mendengar itu eniha terdiam, mungkin itu sudah jadi talentanya jadi tak apalah ucapnya dalam batin, namun satu hal yang pasti adalah kini dalam benak eniha hanya ada satu hal yaitu kelak dia takan pernah mengawini gadis itu, dan biarlah dia seperti itu, kan itu jalan hidupnya. Suatu saat gadis yang tepat akan datang, intinya yang harus dilakukan adalah memberbaiki yang sudah cacat, Tuhan pasti menyediakan seseorang yang mampu menerimanya lahir batin.

                 Usai itu dia merapatkan lektop miliknya itu tepat didepannya kemudian mulai menuliskan semua hal yang pernah membuatnya seperti setengah binatang.


Oleh : Emanuel Bamulki

Bandung, 05/02/2019

Minggu, 03 Februari 2019

PUISI : DUKA



diam caranya menahan derita
luka goresan dikikis oleh rasa masih merah merekah
seribu ungkapan ditahannya dalam dada
seyuman polos terus mengusik ketenangan
angin senja membawa kabar dari timur
letih menunggu menyerang kening
tiada tak dapat diadakan
yang ada tidak dapat ditiadakan
seberkas cahaya pelangi membayangi hari
ungkapan hanyalah ungkapan..
kerinduan menjalar merasuk nadi
mati bukanlah akhir cerita
sejarah hanyalah ungkapan maya
penguasa adalah tuan
dan dia hanyalah budak kehampaan.




Oleh : Emanuel Bamulki
Bandung, 04/02/2019

PUISI : KOPI



semua kembali sunyi
senja sore itu
bukan sembarang senja
senja itu mengingatkanku pada senyum tulus miliknya
senyuman yang hanya sekali kumiliki
senyum yang nampak hanya semenit
dan membekas setiap waktu

kosan dimana aku kini diam
kosan dimana kini didepanku marlboro hitam mematung..
hanyalah lukisan bisu

pahitnya kopi masih terasa membekas ditenggorokan...
pahitnya rasa seakan kemarin kurasa


semua nampak ibarat ilusi
kebenaran akan keberadaannya meradang hingga tenggorokan...

aku merindu pahitnya rasa kopi
tapi ku tak ingin ko pi deng dia
sebab ko adalah manisnya rasa dikala senja..



Oleh : Emanuel Bamulki
Bandung, 30-07-2017